Wednesday, 3 May 2017

GEO HIDROLOGI SMT 4

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA I
INTERPOLASI MUKA AIR TANAH DAN GRADIEN HIDROLIK
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.

Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  14 Februari 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
ACARA I
I.Tujuan
1.Mahasiswa mampu menginterpolasi muka air tanah.
2.Mahasiswa mampu menentukan arah aliran air tanah.

II.Alat dan Bahan
A.Alat                                                              B.Bahan                                  
1.Pensil                                                             1.Data elevasi muka air tanah
2.Penggaris                                                       2.Milimeter block
3.Spidol/OHP                                                    3.Kertas kalkir
4.Penghapus

III.Dasar Teori
Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Keseimbangan hidrologi dapat terjadi apabila tenaga penggerak air sebanding dengan jumlah tenaga gravitasi potensial dan tenaga hisap potensial, sehingga semakin tinggi kedudukan permukaan air tanah maka tenaga hisap potensial menjadi semakin kecil (Asdak, 2010). Hal ini berarti bahwa semakin besar tenaga hisap/ pemompaan, air tanah menjadi semakin kering. Ketika permukaan air tanah menurun sebagai akibat kegiatan pengambilan air tanah maka akan terbentuk cekungan permukaan air tanah. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berkurangnya volume air tanah akan kelihatan melalui perubahan struktur fisik air tanah dalam bentuk penurunan permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus menerus. Selanjutnya menurunkan fasilitas pemompaan dan jika penurunan itu melampaui suatu limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang sehingga sumber air tanah itu akan menjadi kering..
 Pemanfaatan Air tanah Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin. Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu.
Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis maupun ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air. Selanjutnya menurut Kepmen ESDM Nomor : 1451.K/ 10/ MEM/ 2000, disebutkan bahwa prinsip efisiensi air dilaksanakan dengan memanfaatan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan diutamakan dari sumber air permukaan sedangkan air tanah digunakan sebagai tambahan pasokan air serta prioritas peruntukan air tanah adalah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan rumah tangga.




IV.Langkah Kerja
1.Tentukan kontur antar setiap sumur.
2.Hubungkan titik titik elevasi menjadi suatu garis yang terhubung.
3.Tentukan arah aliran MAT dengan menganalisa elevasi MAT.
4.Gambar gradien hidrolic dengan menggunakan penampang melintang.


V.Hasil Praktikum
(terlampir)

VI.Pembahasan
Pada praktikum kali ini didapatkan bukti bahwa aliran sungai ini merupakan gains river. Gains river merupakan sungai yang airnya didapatkan dari aliran air tanah yang masuk pada aliran sungai itu sendiri. Dapat dikatakan sungai ini gains river karena, pada aliran sungai cenderung pada kontur elevasi yang rendah, sementara masih banyak MAT yang memiliki elevasi jauh lebih tinggi diatasnya. Seperti analogi bahwa air akan selalu mengalir dari tempat yang tinggi, menuju tempat yang lebih rendah.
Disisi lain juga didapatkan bahwa arah aliran MAT menuju tenggara, sebagai analisa data bahwa terlihat elevasi MAT paling tinggi ditemukan di bagian barat laut. Elevasi MAT terlihat semakin rendah apabila ditelusuri pada sisi bagian tenggara. Dengan demikian diprediksikan bahwa sumber MAT pada titik tertinggi di barat daya merupakan awal aliran MAT. Pada bagian tenggara yang lebih rendah merupakan daerah berkumpulkan MAT.
Arah aliran selain dipengaruhi oleh evelasi suatu titik tertinggi menuju terendah, juga terdapat syarat aliran. Syarat pada praktikum ini adalah aliran mengalir dari titik tertinggi menuju titik yang lebih rendah serta saling tegak lurus dengan garis kontur. Dilihat pada peta daerah barat laut cenderung memiliki kontur MAT yang cenderung rapat saling berdekatan. Namun pada daerah tenggara kontur MAT cenderung renggang, dan saling menjauh.
Sehingga adanya air pada sungai ini sangat dipengaruhi oleh kuantitas air tanahnya. Semakin banyak air tanahnya, maka kuantitas atau debit air pada sungai juga akan semakin meningkat. Untuk kualitas air sungainya juga dipengaruhi oleh kondisi air tanahnya. Apabila air tanahnya tercemar oleh suatu zat pencemar, maka sangat dimugkinkan bahwa air pada aliran sungai dipermukaan juga ikut tercemar.
Adapun juga langkah untuk pengendalian kondisi air pada sungai. Apabila sungai ini alirannya mendapat pencemaran dari permukaan, maka pengendalian pencemaran dapat dilakukan pada aliran permukaan atau dengan memulihkan juga air tanah, sebagai pembilas dan penghilang pencemaran yang ada dipermukaan. Namun apabila aliran air tanah telah tercemar, dan masuk ke suangai, dan sungainya pun pada permukaan juga mendapatkan suatu pencemar, maka akan sangat sulit untuk proses pengembalian kondisi sungai.
Sehingga dapat dianalisa bahwa pada sungai bertipe gains river atau aliran sungai mendapat supply air dari aliran air tanah, cukup susah dalam penanganannya terhadap pencemaran. Sedikit saja tercemar maka akan ikut mencemari kondisi air yang lainnya. Air tanah tercemar mampu memperngaruhi kondisi aliran sungai, dan kondisi aliran sungai juga mungkin dapat mempengaruhi kondisi air tanah.
Suatu keuntungan bagi sungai bertipe gains river adalah, pada saat musim kemarau air yang mengalir pada permukaan dimungkinkan hanya akan terdapat sedikit. Namun akan terus ada sepanjang persedian air pada aliran air tanah masih mencukupi. Terlebih apabila pasa musim penghujan, debit air pada sungai gains river seperti ini akan sangat melimpah.


VII.Kesimpulan
1.Elevasi menentukan arah dari suatu aliran air.
2.Kedalaman MAT dipengaruhi oleh topografi suatu lokasi
3.Kondisi dari aliran sungai dan kondisi air tanah akan saling mempengaruhi.


VIII.Daftar Rujukan
Kodoatie, Robert J. 2012. Tata Ruang Air Tanah. Penerbit Andi, Yogyakarta
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA II
PENENTUAN POTENSI AIR TANAH
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg

Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  21 Februari 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
ACARA II

I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menentukan arah aliran MAT
2.Mahasiswa mampu menghitung potensi MAT

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                      B.BAHAN
a.Pensil                                                             a.Data aliran MAT
b.Penggaris                                                                   b.Milimeter
c.Pengahapus                                                              
d.Busur
e.Spidol/OHP

III.DASAR TEORI
Pengertian Air Tanah
Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air did alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).




Karakteristik Akuifer Air Tanah

Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung dialam, serta terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan tanah meliputi keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air tanah dengan penekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah (Danaryanto, dkk. 2005) Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal adanya beberapa
karakteristik batuan sebagai berikut :
a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis misalnya pasir.
b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti misalnya lempung.
c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung pasiran.
d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung.
Pemanfaatan Air tanah

Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin. Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus. Melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis maupun ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air.

Selanjutnya menurut Kepmen ESDM Nomor : 1451.K/ 10/ MEM/ 2000, disebutkan bahwa prinsip efisiensi air dilaksanakan dengan memanfaatan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan diutamakan dari sumber air permukaan sedangkan air tanah digunakan sebagai tambahan pasokan air serta prioritas peruntukan air tanah adalah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan rumah tangga


IV.LANGKAH KERJA
1.Buat pola arah aliran MAT
2.Gambarkan arsiran suatu titik dari MAT
3.Hitung potensi dari suatu MAT
V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
Praktikum geohidrologi kedua ini merupakan praktikum yang menekankan pada potensi MAT dari suatu titik. Potensi air tanah ini tentu diperhitungkan dari adanya aliran air tanah yang melewati titik tersebut. Semakin banyak air tanah yang megalir pada suatu jalur atau titik, maka potensi akan air tanahnya juga semakin meningkat.
Ketersedian air tanah ini dipegaruhi oleh faktor lapisan geologi. Geologi lapisan bumi mempengaruhi keberadaan dan ketersediaan air tanah karena, setiap lapisan geologi memiliki tipe dan krakter yang berbeda-beda. Adapun lapisan bumi yang mampu mengalirkan air dalam jumlah banyak dan mampu menyimpan air, ada lapisan yang hanya mampu mengalirkan sedikit air, dan ada lapisan yang tidak bisa sama sekali untuk mengalirkan air.
Analisis potensi air tanah dilakukan dengan melakukan perhitungan potensi air pada setiap titik. Didapatkan hasil bahwa Area 1 memiliki debit air 588,2808m kubik, area 2 sebesar 299,754m kubik, area 3 sebesar 424,388m kubik, area 4 sebesar 383,4936m kubik, area 5 sebesar 299,754m kubik, dan area 6 sebesar 445,712m kubik. Hasil ini tentu dapat menggambarkan bahwa area dengan potensi terbesar pada area 1, area 6, area 3, area 4, dan area 2 dan 5 dengan nilai potensi yang sama.
Kehidupan manusia tentu tidak lepas dari adanya daya dukung lingkungan berupa air. Jika diasumsikan kebutuhan dasar tubuh akan air minum sebesar 2 liter, maka pada area 1 mampu menghidupi 280ribu orang, pada area 2 mampu menghidupi 150ribu orang, area 3 mampu menghidupi 215ribu orang, area 4 mampu menghidupi 192ribu orang, area 5 mampu menghidupi 150ribu orang, dan area 6 mampu menghidupi 230ribu orang.
Sebagai catatan, bahwa potensi air tanah yang ada terhadap pemenuhan kebutuhan manusia dalam perhitungan ini hanya perbandingan antara, jumlah air dan kebutuhan dasar tubuh akan air minum. Sehingga masih banyak sebenarnya keperluan manusia akan air untuk menunjang aktfitasnya seperti, memasak, mencuci, mandi, dll. Apabila dibutuhkan prediksi kemampuan potensi air terhadap kehidupan masyarakat perlu dilakukan perhitungan rata rata kebutuhan total manusia terhadap air.

VII.KESIMPULAN
1.Ketersedan air tanah dipengaruhi oleh karakteristik lapisan geologi.
2.Potensi air tanah mampu memprediksi jumlah penduduk di suatu area.
3.Semakin banyak kehidupan disuatu lokasi, maka kebutuhan akan air bertambah.

VIII.DAFTAR RUJUKAN
Kodoatie, Robert J. 2012. Tata Ruang Air Tanah. Penerbit Andi, Yogyakarta
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA III
PUMPING TEST METODE THEIS DAN JACOB
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg

Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  28 Februari 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
ACARA 3
I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu memahami pumping test.
2.Mahasiswa mampu melakukan analisa pumping test metode Theis dan Jacob.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                      B.BAHAN
1.Penggaris                                                                   1.Data drawdown Theis dan Jacob
2.Penghapus                                                                 2.Kertas Semilog dan Doublelog
3.OHP
4.Pensil

III.DASAR TEORI
Pumping Test disebut juga dengan uji akuifer. Dimana maksud dari uji akuifer ini adalah untuk mengetahui ketetapan akuifer seperti koefisien permeabilitas dan koefisien penampungan (storage coefficient). Jadi, uji akuifer itu sangat penting untuk perencanaan sumur dan pengontrolannya. Jika koefisien permeabilitas itu digunakan sebagai koefisien transmisibilitas (Koefisien permeabilitas dikali dengan tebal akuiher), maka perhitungannya akan lebih mudah (Mori dkk., 1999). Untuk mendapatkan hasil uji akuifer yang baik maka terutama diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut (Mori dkk., 1999) : • Sumur pembuangan sedapat mungkin mempunyai konstruksi yang dapat mengeluarkan air tanah dari seluruh akuifer yang akan diuji. • Permukaan air tanah sumur pembuangan harus terlihat dengan baik pada sumur-sumur pengamatan. Jadi saringan sumur pembuangan dan sumursumur pengamatan harus dipasang pada akuifer yang sama. Sumur-sumur pengamatan harus terletak pada bagian-bagian atas dan bawah dari gradien hidrolik dengan sumur pembuangan sebagai titik pusat. Rumus yang diterapkan untuk uji akuifer itu dibagi dalam 2 jenis, yakni rumus tidak keseimbangan dengan konsep waktu dan rumus keseimbangan tanpa konsep waktu.


Tahapan pengujian akuifer atau sering disebut dengan tahap pumping yaitu :
Pemompaan Uji Pendahuluan (Trial Pumping Test) Pertama-tama dilakukan uji pendahuluan yang dilakukan selama 3 jam berturut-turut dengan debit maksimum, dipasang pompa dengan debit pemompaan 3 liter/detik. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap penurunan muka asli air tanah pada sumur pengamatan (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Penurunan Bertingkat/ Uji Surut Muka Air Secara Bertahap (Step draw-down test). Air dapat dipompa secara berturut-turut dari sumur artinya kondisi besarnya pemompaan yang tetap dapat diperoleh pada permukaan air yang tetap. Jadi air yang keluar dari sumur diperkirakan pertama-tama terjadi pada penurunan permukaan air dan umumnya air yang keluar itu sama dengan besar pemompaan (Mori dkk., 1999). Selama waktu pemompaan itu kecil, kapasitas spesifik air yang keluar yakni besar pemompaan per-satuan penurunan permukaan air relatif besar. Akan tetapi jika pemompaan menjadi besar, maka besarnya air yang keluar tahap demi tahap menjadi kecil dan akhirnya kadang-kadang banyaknya pasir dan lumpur dalam air yang dipompa meningkat yang disebabkan oleh pergerakan yang terdapat dalam akuifer (Mori dkk., 1999).
Hal ini menunjukan ketidakmampuan sumur dan untuk menghindarinya dilakukan uji surut muka air secara bertahap. Sebelum dilakukan uji surut muka air secara bertahap, sumur harus didiamkan selama minimum 12 (dua belas) jam, tanpa pemompaan. Besar air pemompaan ditingkatkan tahap demi tahap dan pada setiap besarnya pemompaan akan ditemukan permukaan air yang seimbang. Kemudian besarnya pemompaan dikurangi tahap demi tahap sampai ditemukan permukaan air yang seimbang. Pemompaan dilakukan tiap tahapannya selama 3 jam dengan besarnya debit pemompaan bertahap. Kemudian dari hasil pengujian tersebut dapat dinyatakan dengan grafik hubungan antara besarnya pemompaan air (Q) dengan besarnya penurunan permukaan air (s) (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Menerus (Constant rate pumping test) Setelah itu dilakukan pengujian debit secara terus menerus selama + 48 jam, pengujian ini dilakukan untuk pengamatan penurunan muka air tanah dan apabila didapatkan penurunan muka air yang drastis serta mempengaruhi sumur-sumur lain yang ada maka dilakukan uji pemompaan dengan penurunan debit (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).



IV.LANGKAH KERJA
1.Melakukan plotting terhadap data drawdown Theis dan Jacob.
2.Gambar drawdown kurva baku pada doublelog.
3.Gandakan drawdown kurva baku pada mika bening.
4.Cari dan hitung hasil titik tampalan antara kurva baku dan data sumur menggunakan metode Theis.
5.Cari  satu siklus pada sumur dan lakukan perhitungan menggunakan metode Jacob.

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
Praktikum geohidrologi kali ini malakukan perhitungan drawdown tiga buah sumur dengan menggunakan 2 metode, yaitu metode Theis dan Jacob. Penggunaan metode Theis diharuskan menggunakan kurva baku sebagai alat pembantu penilaian data. Hasil dari perhitungan Theis diperoleh nilai transmisivitas sumur A sebesar 1023,65, sumur B sebesar 796,178, dan sumur C juga didapatkan nilai sebesar 796,178. Hal ini berarti bahwa sumur A memiliki nilai transmisivitas terbesar dibandingkan dengan sumur B dan C. Perbedaan ini mungkin dipangaruhi oleh kondisi litologi bawah tanah.
Sementara nilai storage yang didapatkan dengan menggunakan metode Theis sumur A,B, dan C diperoleh nilai bahwa sumur A memiliki koefisien storage sebesar 0,01256. Apabila dibandingkan dengan sumur B dan C yang memiliki nilai koefisien storage hanya sebesar 0,001256, tentu sumur A bisa dibilang mampu menyimpan air lebih banyak daripada sumur B dan C.
Tahapan selanjutnya masuk pada metode analisis Jacob. Dari perhitungan menggunakan metode Jacob diperoleh data nilai sumur A memiliki transmisivitas sebesar 1220,80, sumur B sebesar 732,48, dan sumur C sebesar 851,85. Sehingga sumur A menjadi sumur yang memiliki nilai transmisivitas terbsar, disusul dengan sumur C dan sumur B.
Metode Jacob juga memperhitungkan nilai koefisien storage setiap sumur. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai koefisien storage terbesar pada sumur C, B, dan sumur A. Hal ini menggambarkan bahwa dengan perhitungan Jacob sumur yang mampu menyimpan air terbanyak berada pada sumur C.  
Analisis adanya perbedaan nilai dari dua metode yang berbeda ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan litologi atau lapisan dibawah tanah yang memang memiliki sedikit pebedaan. Disisi lain tentu dua metode ini memiliki presepsi dan perumasan untuk melakukan perhitungan yang sedikit berbeda, sehingga muncul perbedaan nilai transmisivitas maupun koefisien storage antar sumur dengan dua metode ini.
Sebagai pembanding antara dua metode, yaitu metode Theis dan Jacob kedua metode ini memiliki perbedaan yang cukup terlihat jelas. Metode Theis mengharuskan menggunakan kurva baku sebagai alat pembantu guna mendapatkan nilai data sumur, sementara metode Jacob dapat dilakukan tanpa menggunakan bantuan kurva baku.
Adanya kurva baku untuk ditampalkan pada melaksanaan metode Theis ini tentu akan menimbulkan banyak presepsi pembacaan data yang berbeda setiap orang. Sehingga dimungkinkan data penilaian dari setiap orang akan menghasilkan nilai yang berbeda. Sementara dalam pelaksanaan metode Jacob yang dapat dilakukan secara langsung dapat lebih mempersingkat waktu dan keakuratan pembacaan dari setiap orang akan lebih akurat. Namun untuk penentuan nilai S akan dimungkinkan setiap orang memiliki presepsi yang berbeda, dikarenakan faktor peletakan garis pemotong siklus air.
            Praktikum pumping test geohidrologi kali ini juga cukup memakan waktu, dimana perlu adanya banyak waktu untuk melakukan plotting dari data menjadi kurva. Pada suatu data yang memiliki kedekatan anatr setiap titiknya juga memerlukan tingkat ketelitian dan kesabaran ekstra.


VII.KESIMPULAN
1.Tingkat dari transmisivitas maupun koefisien storage setiap sumur memiliki nilai yang berbeda beda.
2.Metode Theis dan Jacob memiliki karakteristik penilaian yang berbeda.
3.Penentuan penggunaan suatu metode sangat bergantung pada tujuan dari penelitian.

VIII.DAFTAR RUJUKAN
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda.
Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008. Pedoman Teknis Pelaksanaan  Pekerjaan Pemboran Sumur Uji Produksi di Wilayah Pamali Juwana.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA IV
PUMPING TEST METODE CHOW DAN THEIS RECOVERY
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg

Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  7 Maret 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
ACARA 4
I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu memahami pumping test.
2.Mahasiswa mampu melakukan analisa pumping test metode Chow.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                      B.BAHAN
1.Penggaris                                                                   1.Data drawdown Chow dan Theius
2.Penghapus                                                                 2.Kertas Semilog
3.OHP
4.Pensil

III.DASAR TEORI
Pumping Test disebut juga dengan uji akuifer. Dimana maksud dari uji akuifer ini adalah untuk mengetahui ketetapan akuifer seperti koefisien permeabilitas dan koefisien penampungan (storage coefficient). Jadi, uji akuifer itu sangat penting untuk perencanaan sumur dan pengontrolannya. Jika koefisien permeabilitas itu digunakan sebagai koefisien transmisibilitas (Koefisien permeabilitas dikali dengan tebal akuiher), maka perhitungannya akan lebih mudah (Mori dkk., 1999). Untuk mendapatkan hasil uji akuifer yang baik maka terutama diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut (Mori dkk., 1999) : • Sumur pembuangan sedapat mungkin mempunyai konstruksi yang dapat mengeluarkan air tanah dari seluruh akuifer yang akan diuji. • Permukaan air tanah sumur pembuangan harus terlihat dengan baik pada sumur-sumur pengamatan. Jadi saringan sumur pembuangan dan sumursumur pengamatan harus dipasang pada akuifer yang sama. Sumur-sumur pengamatan harus terletak pada bagian-bagian atas dan bawah dari gradien hidrolik dengan sumur pembuangan sebagai titik pusat. Rumus yang diterapkan untuk uji akuifer itu dibagi dalam 2 jenis, yakni rumus tidak keseimbangan dengan konsep waktu dan rumus keseimbangan tanpa konsep waktu.


Tahapan pengujian akuifer atau sering disebut dengan tahap pumping yaitu :
Pemompaan Uji Pendahuluan (Trial Pumping Test) Pertama-tama dilakukan uji pendahuluan yang dilakukan selama 3 jam berturut-turut dengan debit maksimum, dipasang pompa dengan debit pemompaan 3 liter/detik. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap penurunan muka asli air tanah pada sumur pengamatan (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Penurunan Bertingkat/ Uji Surut Muka Air Secara Bertahap (Step draw-down test). Air dapat dipompa secara berturut-turut dari sumur artinya kondisi besarnya pemompaan yang tetap dapat diperoleh pada permukaan air yang tetap. Jadi air yang keluar dari sumur diperkirakan pertama-tama terjadi pada penurunan permukaan air dan umumnya air yang keluar itu sama dengan besar pemompaan (Mori dkk., 1999). Selama waktu pemompaan itu kecil, kapasitas spesifik air yang keluar yakni besar pemompaan per-satuan penurunan permukaan air relatif besar. Akan tetapi jika pemompaan menjadi besar, maka besarnya air yang keluar tahap demi tahap menjadi kecil dan akhirnya kadang-kadang banyaknya pasir dan lumpur dalam air yang dipompa meningkat yang disebabkan oleh pergerakan yang terdapat dalam akuifer (Mori dkk., 1999).
Hal ini menunjukan ketidakmampuan sumur dan untuk menghindarinya dilakukan uji surut muka air secara bertahap. Sebelum dilakukan uji surut muka air secara bertahap, sumur harus didiamkan selama minimum 12 (dua belas) jam, tanpa pemompaan. Besar air pemompaan ditingkatkan tahap demi tahap dan pada setiap besarnya pemompaan akan ditemukan permukaan air yang seimbang. Kemudian besarnya pemompaan dikurangi tahap demi tahap sampai ditemukan permukaan air yang seimbang. Pemompaan dilakukan tiap tahapannya selama 3 jam dengan besarnya debit pemompaan bertahap. Kemudian dari hasil pengujian tersebut dapat dinyatakan dengan grafik hubungan antara besarnya pemompaan air (Q) dengan besarnya penurunan permukaan air (s) (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Menerus (Constant rate pumping test) Setelah itu dilakukan pengujian debit secara terus menerus selama + 48 jam, pengujian ini dilakukan untuk pengamatan penurunan muka air tanah dan apabila didapatkan penurunan muka air yang drastis serta mempengaruhi sumur-sumur lain yang ada maka dilakukan uji pemompaan dengan penurunan debit (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).



IV.LANGKAH KERJA
1.Melakukan plotting terhadap data drawdown Chow.
2.Cari data t, t’, t/t’, s’ pada metode Theis Recovery.
3.Melakukan plotting terhadap data Theis Recovery.
4.Hitung nilai T dan S pada setiap metode.

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
Praktikum geohidrologi kali ini malakukan perhitungan drawdown tiga buah sumur dengan menggunakan satu metode, yaitu metode Chow. Penggunaan metode Chow dapat dibilang cukup sederhana. Hasil dari perhitungan Chow diperoleh nilai transmisivitas sumur A sebesar 382,16, sumur B sebesar 386,8, dan sumur C  didapatkan nilai sebesar 409,55. Hal ini berarti bahwa sumur C memiliki nilai transmisivitas terbesar dibandingkan dengan sumur B dan C. Perbedaan ini mungkin dipangaruhi oleh kondisi litologi bawah tanah.
Sementara nilai storage yang didapatkan dengan menggunakan metode Chow sumur A,B, dan C diperoleh nilai bahwa sumur A memiliki koefisien storage sebesar 1,48. Apabila dibandingkan dengan sumur B dan C, sumur A memiliki nilai koefisien storege di tengah tengah. Dikarenakan nilai B sebesar 1,46 sebagai koefisien terkecil yang dihasilkan, sementara nilai C menjadi yang terbesar dengan nilai koefisien storage mencapai nilai 9,95.
Metode Chow yang dilakukan kali ini merupakan metode turunan dari metode sebelumnya, yaitu metode Theis. Sehingga penggunaan metode ini tidak lagi memerlukan penampalan dalam penilaian nilai suatu data. Namun dalam metode Chow kali ini hasil plotting menjadi hasil yang bisa dilakukan langsung tahapan pembacaan nilai. Metode ini tidak dibatasi dengan harga r yang kecil dan harga t yang besar, seperti yang ada pada metode Jacob. Penentuan nilai s dan t metode Chow diperoleh dari satu siklus log.

Selanjutnya adalah penentuan tingkat residual drawdown dengan menggunakan metode Theis Recovery. Pada metode Theis recovery data yang perlu diperoleh di awal berupa data delta S. Data delta S didapatkan dari pengurangan nilai batas atas dengan nilai batas bawah suatu sumur. Pada Theis Recovery data yang digunakan merupakan data residual drawdown, dimana merupakan data kenaikan muka air tanah pada saat pompa dimatikan.
Hasil dari perhitungan didapatkan nilai bahwa sumur A memiliki nilai 718,75, sumur B sebesar 457,80, dan sumur C memiliki nilai sebesar 215,45. Dari nilai ini dapat dibilang bahwa sumur A memiliki kemampuan pengembalian atau tingkat recharge akan air yang tinggi. Disusul dengan nilai sumur B, dan sumur C sebagai sumur dengan niai recharge terendah dengan nilai 215,45.
Sebagai pembanding, metode Chow apabila dibandingkan dengan metode Theis sebelumnya tentu akan terlihat jelas pembedanya. Dimana pada metode chow tidak terdapat kurva baku yang harus digambarkan sendiri, namun telah terdapat kurva yang benar benar baku. Tahapan pengerjaan pada metode Chow juga tidak membutuhkan waktu yang lama, karena tidak diperlukan pencarian nilai dari hasil tampalan seperti yang dilakukan pada metode Theis sebelumnya. Disisi lain dan perlu di ingat langkah metode Theis pada praktikum kali ini untuk mencari nilai residual drawdown atau kemampuan air untuk kembali pada kondisi semula.

VII.KESIMPULAN
1.Tingkat dari transmisivitas maupun koefisien storage setiap sumur memiliki nilai yang berbeda beda.
2.Metode Chow salah satu metode yang lebih sederhana dalam pengerjaannya.
3.Nilai transmisivitas pada suatu sumur berpengaruh pada kemampuan sumur untuk kembali melakukan recharge setelah adanya pemompaan.
4.Kemampuan recharge dipengaruhi oleh kondisi litogoli dibawah permukaan tanah.

VIII.DAFTAR RUJUKAN
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda.
Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008. Pedoman Teknis Pelaksanaan  Pekerjaan Pemboran Sumur Uji Produksi di Wilayah Pamali Juwana.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA V
SLUG TEST
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg



Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  17 Maret 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
             FAKULTAS ILMU SOSIAL
           JURUSAN GEOGRAFI
          PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
        2017
I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menghitung permeabilitas pada suatu sumur.
2.Mahasiswa mampu mennggambarkan kondisi sumur dengan skala.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                                  B.BAHAN
a.Spidol                                                                                    a.Milimeter Block
b.Penggaris                                                                               b.Data slug test
c.Penghapus
d.Pensil

III.DASAR TEORI
Pumping Test disebut juga dengan uji akuifer. Dimana maksud dari uji akuifer ini adalah untuk mengetahui ketetapan akuifer seperti koefisien permeabilitas dan koefisien penampungan (storage coefficient). Jadi, uji akuifer itu sangat penting untuk perencanaan sumur dan pengontrolannya. Jika koefisien permeabilitas itu digunakan sebagai koefisien transmisibilitas (Koefisien permeabilitas dikali dengan tebal akuiher), maka perhitungannya akan lebih mudah (Mori dkk., 1999). Untuk mendapatkan hasil uji akuifer yang baik maka terutama diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut (Mori dkk., 1999) : • Sumur pembuangan sedapat mungkin mempunyai konstruksi yang dapat mengeluarkan air tanah dari seluruh akuifer yang akan diuji. • Permukaan air tanah sumur pembuangan harus terlihat dengan baik pada sumur-sumur pengamatan. Jadi saringan sumur pembuangan dan sumursumur pengamatan harus dipasang pada akuifer yang sama. Sumur-sumur pengamatan harus terletak pada bagian-bagian atas dan bawah dari gradien hidrolik dengan sumur pembuangan sebagai titik pusat. Rumus yang diterapkan untuk uji akuifer itu dibagi dalam 2 jenis, yakni rumus tidak keseimbangan dengan konsep waktu dan rumus keseimbangan tanpa konsep waktu.
Tahapan pengujian akuifer atau sering disebut dengan tahap pumping yaitu :
Pemompaan Uji Pendahuluan (Trial Pumping Test) Pertama-tama dilakukan uji pendahuluan yang dilakukan selama 3 jam berturut-turut dengan debit maksimum, dipasang pompa dengan debit pemompaan 3 liter/detik. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap penurunan muka asli air tanah pada sumur pengamatan (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Penurunan Bertingkat/ Uji Surut Muka Air Secara Bertahap (Step draw-down test). Air dapat dipompa secara berturut-turut dari sumur artinya kondisi besarnya pemompaan yang tetap dapat diperoleh pada permukaan air yang tetap. Jadi air yang keluar dari sumur diperkirakan pertama-tama terjadi pada penurunan permukaan air dan umumnya air yang keluar itu sama dengan besar pemompaan (Mori dkk., 1999). Selama waktu pemompaan itu kecil, kapasitas spesifik air yang keluar yakni besar pemompaan per-satuan penurunan permukaan air relatif besar. Akan tetapi jika pemompaan menjadi besar, maka besarnya air yang keluar tahap demi tahap menjadi kecil dan akhirnya kadang-kadang banyaknya pasir dan lumpur dalam air yang dipompa meningkat yang disebabkan oleh pergerakan yang terdapat dalam akuifer (Mori dkk., 1999).
Hal ini menunjukan ketidakmampuan sumur dan untuk menghindarinya dilakukan uji surut muka air secara bertahap. Sebelum dilakukan uji surut muka air secara bertahap, sumur harus didiamkan selama minimum 12 (dua belas) jam, tanpa pemompaan. Besar air pemompaan ditingkatkan tahap demi tahap dan pada setiap besarnya pemompaan akan ditemukan permukaan air yang seimbang. Kemudian besarnya pemompaan dikurangi tahap demi tahap sampai ditemukan permukaan air yang seimbang. Pemompaan dilakukan tiap tahapannya selama 3 jam dengan besarnya debit pemompaan bertahap. Kemudian dari hasil pengujian tersebut dapat dinyatakan dengan grafik hubungan antara besarnya pemompaan air (Q) dengan besarnya penurunan permukaan air (s) (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Menerus (Constant rate pumping test) Setelah itu dilakukan pengujian debit secara terus menerus selama + 48 jam, pengujian ini dilakukan untuk pengamatan penurunan muka air tanah dan apabila didapatkan penurunan muka air yang drastis serta mempengaruhi sumur-sumur lain yang ada maka dilakukan uji pemompaan dengan penurunan debit (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).

IV.LANGKAH KERJA
1.Lakukan plotting data slug test pada kertas semilog
2.Gambar kurva dan tarik satu garis lurus yang mampu mewakili semua titik plot
3.Hitung tiap sumur menggunakan salah satu rumus fully penetration well atau partially penetration well
4.Gambar sketsa sumur pada milimeter block dengan menggunakan skala perbandingan

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)






VI.PEMBAHASAN
            Praktikum kelima geohidrologi kali ini merupakan acara pumping test ketiga. Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan gradien hidrolic setiap sumur dari ketiga sumur yang ada. Perhitungan ini dilakukan dengan 2 cara perhitungan yaitu fully penetration well bagi sumur yang menembus penuh akuifer, dan partially penetration well bagi sumur yang hanya menembus setengah dari akuifer.
            Setelah dilakukan perhitungan dari ketiga sumur didapatkan hasil sebagai berikut, sumur a dengan nilai ln(re/rw) sebesar 0,398 dengan nilai gradien hidroliknya sebesar 0,004. Sementara pada sumur b diketahui nilai ln(re/rw) sebesar 2,5 dengan nilai gradien hidrolicnya  sebesar 0,005. Untuk sumur a dan b dilakukan perhitungan dengan cara perhitungan untuk fully penetration well atau sumur yang menembus akuifer secara penuh.
            Sementara setelah dilakukan perhitungan pada sumur c di dapatkan nilai ln(re/rw) sebesar 1,39 dengan nilai gradien hidrolik sebesar 0,12. Hal ini berarti dari ketiga sumur yang memiliki nilai gradien hidrolik terbesar dimulai dari sumur....Sebagai catatan pada sumur ketiga ini perhitungan dilakukan dengan perhitungan partially penetration well atau sumur hanya menembus sebagian dari lapisan akuifer.
            Data hasil perhitungan yang setelah ketiga sumur dilakukan perhitungan, diketahuilah bahwa nilai sumur dengan nilai K terbesar berada pada sumur C, dengan nilai 0,12 kemudian disusul oleh sumur b dengan nilai gradien hidrolik sebesar 0,005 , dan pada gradien hidrolik terbesar ketiga berada pada sumur A dengan nilai gradien sebesar 0,004.
            Sebagai langkah selanjutnya pada praktikum kali ini melakukan penggambaran sumur pada kertas milimeter block. Penggambaran kali ini diharuskan dengan memakai skala perbandingan, dengan skala 1:100, yang dapat diartikan bahwa setiap 1 cm pada kertas milimeter block mewakili 1m pada kondisi sebenarnya.
VII.KESIMPULAN
1.Dalam perhitungan suatu sumur kondisi dari suatu sumur mempengaruhi cara perhitungan yang dilakukan.
2.Adanya perbedaan nilai gradien hidrolik dapat disebabkan oleh faktor litologi di bawah permukaan tanah.


VIII.DAFTAR RUJUKAN
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda.
Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008. Pedoman Teknis Pelaksanaan  Pekerjaan Pemboran Sumur Uji Produksi di Wilayah Pamali Juwana.

  
LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA VI
AUGGER HOLE
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg



Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        : 31 Maret 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
             FAKULTAS ILMU SOSIAL
           JURUSAN GEOGRAFI
          PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
        2017

I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menentukan nilai permeabilitas pada tanah.
2.Mahasiswa mampu menerapkan metoda auger hole di lapangan.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                                                 B.BAHAN
a.Pulpen                                                                                              a.Kertas A4
b.Penggaris                                                                                        b.Kertas Semilog
c.Alat ukur.                                                                                         c.Air
d.Ember.
e.Bor tanah.

III.DASAR TEORI
Konduktivitas hidrolik atau yang biasa disebut sebagai permeabilitas tanah menurut Klute dan Dirksen (1986) adalah sifat fisika tanah atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Lebih lanjut Dariah et al. (2006) mengemukakan bahwa pemreabilitas tanah merupakan pergerakan air di dalam tanah merupakan hal yang penting untuk di ketahui dalam kaitannya dengan bidang pertanian. Beberapa hal yang penting dalam pergerakan air di dalam tanah diantaranya pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air yang berlebihan (excess water) atau disebut juga drainase, aliran permukaan (run off), dan evaporasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tingkat kemampuan tanah untuk meloloskan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh sebab itu permeabilitas tanah tanah dibedakan menjadi dua yaitu permeabilitas tanah dalam keadaan jenuh, dan tidak jenuh. Permeabilitas tanah dalam keadaan jenuh biasa disebut sebagai konduktivitas hidrolik (Dariah et al., 2006).
Agus dan Suganda (2006) mengatakan bahwa jumlah air yang dapat diloloskan pada satu lapisan tanah (flux) sangat ditentukan oleh permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tanah tinggi maka akan mudah disusupi oleh air, sehingga tanah semakin mudah terdrainase sehingga akan cepat kering. Bahan-bahan yang terlarut di dalam tanah akan mudah untuk bergerak bersama dengan pergerakan air yang ada di dalam tanah. Lebih lanjut Agus dan Suganda (2006) mengungkapkan bahwa permeabilitas tanah dapat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Pada tanah yang didominasi oleh tekstur pasiran akan mempunyai permeabilitas tanah yang tinggi, sedangkan pada tanah yang mempunyai tekstur lempung maka akan mempunyai permeabilitas tanah yang kecil, namun apabila tanah bertekstur lempung mempunyai agregasi butir tunggal yang mantap maka akan mempunyai permeabilitas tanah yang tinggi.
Permeabilitas tanah merupakan salah satu parameter fisika tanah yang penting untuk diketahui dalam mempelajari sifat hidrologis tanah. Pada saat mempelajari permeabilitas tanah tanah maka secara tidak langsung mempelajari model transportasi zat terlarut dan pengukuran aliran limpasan yang dapat digunakan untuk pendugaan erosivitas tanah. Beberapa model prediksi erosi seperti USLE, GUEST dan WEPP dan beberapa model erosi lainnya menggunakan pemeabilitas sebagai salah satu parameter pendugaan erosi. Sehingga secara tidak langsung dengan menggunakan fungsi pendotransfer dapat menentukan nilai permeabilitas tanah dalam keadaan jenuh untuk pemodelan prediksi erosi tanah. Konduktivitas tanah dalam keadaan jenuh yang biasa disebut dengan permeabilitas jenuh merupakan salah satu sifat fisika tanah yang sangat berpengaruh terhadap kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang sangat permeabel (mempunyai permeabilitas tinggi) maka tanah tersebut relatif kurang peka terhadap erosi apabila dibandingkan dengan tanah yang mempunyai permeabilitas rendah.
Air merupakan suatu zat yang paling berharga di alam semesta. Apabila tidak ada air di muka bumi maka tidak akan ada kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan dalam kehidupan mahluk hidup. Namun, air berperan dalam proses kehidupan manusia diantaranya sebagai sumber energi, berperan dalam pengangkutan dan keperluan yang lainnya. Keberadaan air di alam semesta memang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup, namun keberadaan air dalam jumlah besar dan melebihi kapasitas tanpa dilakukan pengelolaan juga dapat menjadi bencana besar, menjadi bahan perusak dan menimbulkan kerusakan berbagai harta benda, nyawa dan merusak alam sekitar. Ilmu hidrologi adalah ilmu yang penting untuk mempelajari penambahan, penampungan, kehilangan air di bumi serta proses-proses di dalam tanah yang menyangkut mengenai keberadaan air sebagai salah satu faktor penyusun tanah.
Dugaan secara matematis terhadap sifat-sifat fisika tanah (tekstur, struktur, dan porositas tanah) serta sifat kimia tanah (bahan organik dan atau kapur tanah) untuk menghasilkan suatu persamaan permeabilitas tanah dengan menggunakan persamaan sederhana. Sudah banyak perkembangan teknologi pada penentuan permeabilitas tanah, namun kendala dalam penentuan konduktivtas hidrolik secara langsung di laboratorium masih dianggap mahal (budget comsuming), menyita banyak waktu (time comsuming), dan kurangnya pemahaman terhadap pengukuran permeabilitas tanah. Pengukuran permeabilitas tanah dalam skala yang luas dianggap tidak praktis. Seringkali permeabilitas merupakan suatu parameter yang jarang diukur pada saat survei tanah dan analisis kesesuaian lahan. Keberadaan fungsi pedotransfer merupakan suatu cara menjembatani keterbatasan data yang diperoleh pada saat survei tanah sehingga dapat mendukung pada pemetaan tanah serta memperpendek rantai interpretasi pemetaan tanah dan pendugaan sifat fisika dan hidrologis tanah lainnya.
Penelitian mengenai fungsi pedotransfer sudah banyak dilakukan di beberapa negara diantaranya di Iran, Swedia, Amerika dan di Australia. Namun, di Indonesia penelitian mengenai fungsi pedotransfer masih sangat jarang ditemukan. Sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan fungsi pedotransfer adalah dengan mengujicobakan fungsi pedotransfer di daerah Subanjeriji Provinsi Sumatera Selatan dan di daerah Teso dan Lipatkain di Riau sebagai plot study mengenai fungsi pedotransfer yang nantinya diharapkan akan menjadi sebuah databased bagi penelitian-penelitian fungsi pedotransfer dalam skala yang lebih luas lagi.
Acosta et al. (2012) mengungkapkan penggunaan simulasi model pada fungsi pedotransfer digunakan untuk mengeksplorasi keadaan tanah, misalnya adalah efek dari praktek-praktek budidaya terhadap erosi tanah dan pengaruh irigasi tehadap hasil panen. Namun, seringkali model yang diterapkan banyak membutuhkan banyak data terkait mengenai pendugaan permeabilitas tanah dalam keadaan jenuh (Ks). Data yang dibutuhkan kebanyakan tidak tersedia dan mahal dalam pengukuran serta memakan waktu. Oleh karena itu, untuk menjembatani keterbatasan data maka digunakan fungsi pedotransfer dengan memanfaatkan informasi tanah yang sederhana dan sering tersedia untuk memprediksi sifat fisika tanah seperti nilai permeabilitas tanah.

IV.LANGKAH KERJA
1.Buat alat pengukur.
2.Buat lubang pada tanah sedalam 1m dengan bor tanah.
3.Pasang alat di pinggir lubang yang telah dibuat.
4.Masukkan air bersamaan dengan mulainya hitungan stopwatch.
5.Catat penurunan air yang terjadi setiap 5 detik dan 2cm sampai penurunan konstan.
6.Plot data pada kertas semilog.

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
                Praktikum geohidrologi kali ini adalah praktikum tentang invers auger hole. Pada praktikum ini dilakukan uji coba dengan mengebor tanah sedalam 100cm, dan di isi air mencapai 10cm dari permukaan tanah hingga pada titik kedalaman muka air awal. Praktikum kali ini dilakukan di area Fakultas Ilmu Sosial yang lama. Uji peresapan air ini dilakukan dengan 2 metode yang berbeda, pertama dengan mencatat penurunan air setiap 2cm, dan yang kedua dengan mencatat penurunan air setiap 5 detik sekali.
                Titik awal uji menerapkan pencatatan penurunan air setiap 5 detik sekali, pada titik ini air tergolong cepat mengalami peresapan. Pada detik ke 1595 sudah tidak lagi terjadi penurunan muka air atau telah dinyatakan konstan. Nilai konstan di dapatkan pada saat air pencapai nilai peresapan sebesar 44,37cm. Dengan di dapatkan nilai ini pada uji invers auger hole, lubang pertama memiiliki nilai K sebesar 9,4m/hari.
                Pengujian pada lubang kedua dilakukan dengan metode pencatatan penurunan setiap 2cm. Pembuatan lubang uji coba tidak boleh dilakukan berjauhan dengan lubang pertama, namun juga tidak boleh terlalu dekat. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data perbandingan antara lubang pertama dengan lubang kedua. Pada lubang kedua waktu penurunan air hingga mencapai konstan pada detik 3000, dimana penurunan air mencapai nilai 48cm. Padalubang kedua di dapatkan nilai K sebesar 8,9m/hari.
                Hasil dari lubang pertama dengan kedua berbeda pada lokasi yang cukup berdekatan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan kondisi tanah. Pada lubang pertama kondisi tanah berupa lempungan, dengan kondisi dasar pada saat pengeboran dalam keadaan cukup kering. Namun pada lubang kedua nilai K lebih kecil daripada nilai K pada lubang pertama, hal ini karena pada lubang kedua kondisi tanah yang berlempung dengan kondisi basah dan jenuh akan air terlihat pada saat proses pengeboran.

                Perbedaan nilai K tidak hanya di pengaruhi oleh kondisi tanah, namun karena pencatatan yang cukup detail setiap 5 detik, dengan alat yang sederhana di mungkinkan pencatatan masih rawan akan eror karena tidak mendapatkan nilai yang benar benar akurat. Sehingga dengan hal ini hasil akhir perhitungan juga berubah.

VII.KESIMPULAN
1.Kondisi tanah sangat mempengaruhi nilai K yang di dapatkan.
2.Kondisi jenuh tidaknya tanah juga menjadi faktor yang mempengaruhi nilai K yang muncul.
3.Pencatatan juga mempangaruhi hasil akhir dari mendapatkan nilai K.

VIII.DAFTAR RUJUKAN
Klute, A., Dirksen, C., 1986. Hydraulic conductivity and diffusivity: laboratory methods. In: Klute, A. (Ed.), Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods, 2nd ed. Agron. Monogr. 9. ASA, Madison, WI, pp. 687–734.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA VII
INFILTRASI
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg



Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  4 April 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               



           UNIVERSITAS NEGERI MALANG
             FAKULTAS ILMU SOSIAL
           JURUSAN GEOGRAFI
          PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
        2017
I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menggunakan alat ukur infiltrasi.
2.Mahasiswa mampu menghitung laju infiltrasi metode Horton.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                                  B.BAHAN
a.Turf Tec Infiltrometer                                                 a.Air
b.Double Ring Infiltrometer                                                       b.Kertas HVS
c.Ember
d.Penggaris
e.Pensil
f.Penghapus
g.Stopwatch

III.DASAR TEORI
Menurut Asdak (1995), ketika air hujan jatuh ke permukaan tanah ata lapisan permukaan, sebagian air tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai limpasan(run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara (soil moisture deficiency) sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak kebawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus kebawah (pekolasi) kedalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (phreatik). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.
Proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah disebut infiltrasi. Sedangkan laju infiltrasi (ft) adalah daya infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Besarnya laju infiltrasi atau perkolasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari.
Dengan demikian, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak tergantung : 1. Proses masukknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah 3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas) Laju infiltrasi/ perkolasi ditentukan oleh : 1. Jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah 2. Sifat permukaan tanah 3. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah Dari ketiga unsur di atas, ketersediaan air (kelembaban tanah) adalah yang terpenting karena ia akan menentukan besarnya tekanan potensial pada permukaan tanah. Berkurangnya laju infiltrasi/ perkolasi dapat terjadi karena dua alasan. Pertama, bertambahnya kelembaban tanah menyebabkan butiran tanah berkembang dan dengan demikian akan menutup ruang pori-pori tanah. Kedua, aliran air ke bawah tertahan oleh gaya tarik butir-butir tanah.





IV.LANGKAH KERJA
1.Tancapkan Turc-Tec Infiltrometer pada tanah
2.Isi ring dalam hingga air meluber pada ring bagian luar
3.Setting waktu selama 15 menit
4.Catat penurunan air yang terjadi selama 15 menit.
1.Tancapkan double ring infiltrometer
2.Isi ring dalam hingga air meluber pada ring luar
3.Pasang alat pengukur penurunan
4.Siapkan stopwatch
5.Hitung data setiap penurunan tiap 1 menit
6.Usahakan isi terus ring luar untuk membuat air stabil

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
            Praktikum geohidrologi kali ini untuk mengukur infiltrasi menggunakan double ring, di gunakan metode horton. Pada praktikum ini digunakan data tiap penurunan 1 menitan. Disamping hal itu juga di dapatkan data berupa dugaan penurunan air.
            Data hasil pada lapangan didapatkan bahwa, data hasil infiltasi yang terjadi pada turc tec infiltrometer dengan pada double ring infiltrometer menunjukkan adanya sedikit perbedaan. Nilai infiltrasi pada double ring infiltrometer lebih besar apabila dibandingkan dengan data hasil infiltrasi yang tercatat pada turc tec infiltrometer.
Adanya suatu perbedaan ini dimungkinkan dikarenakan faktor besar lingkup area infiltrasi, double ring infiltrometer lebih banyak mencakup tanah lebih lebar apabila dibandingkan dengan turc tec infiltrometer. Selain dari perbedaan ini, hasil yang berbeda juga dimungkinkan oleh faktor tingkat kejenuhan air yang berbeda pada setiap titiknya. Meskipun pada suatu area atau lingkup wilayah yang sama, kondisi tanah, seperti tekstur tanah, struktur tanah dan kejenuhan tanah juga terdapat suatu kemungkinan kondisinya berbeda.
Hasil dari perhitungan double ring infiltromter dengan menggunakan metode Horton dan hasil yang diperoleh dari turc tec infiltrometer harus selaras. Selaras dalam hal ini tidak boleh ada suatu perbedaan mencolok diantara keduanya. Tujuan dari pembandingan ini guna sebagai alat akurasi hasil pengukuran yang telah dilakukan.
Adapun sisi kelebihan dari turc tec infiltrometer dengan adanya stopwatch yang terpasang pada alat disertai dengan pelampung yang secara otomatis bisa menghitung laju infiltrasi yang terjadi. Pada double ring infiltrometer kelebihan ada pada kondisi besar alat, sehingga dimungkinkan lebih banyak air tester sebagai uji infiltrasi, terlebih untuk data yang diharuskan kondisi air hingga mencapai konstan.
Pada sisi kelemahannya, turc tec infiltrometer sulit kemungkinan digunakan sebagai alat ukur guna mendapatkan data infiltasi yang mengharuskan data konstan pada infiltrasi, dikarenakan tabung ukur turc tec yang ralatif kecil. Pada double ring infiltrometer, kelemahan yang terjadi adalah tidak tersedianya alat ukur laju infiltrasi, sehingga harus disiapkan sendiri tambahan penggaris untuk menentukan penurunan air yang terjadi.

VII.KESIMPULAN
1.Nilai infiltrasi dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti tekstur dan kejenuhan tanah terhadap air.
2.Data dugaan infiltasi dengan data lapangan dimungkinkan bisa terjadi perbedaan atau sesuai
VIII.DAFTAR RUJUKAN
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

LAPORAN PRAKTIKUM
GEOHIDROLOGI
ACARA VIII
POTENSI AIR TANAH
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg



Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Mata Kuliah                 : Geohidrologi
                                    Offering                        : G
                                    Tanggal Praktikum        :  25 April 2017
                        Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
             FAKULTAS ILMU SOSIAL
           JURUSAN GEOGRAFI
          PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
        2017
I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menentukan arah aliran air tanah.
2.Mahasiswa mampu menghitung potensi air tanah.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                                              B.BAHAN
a.Pensil                                                                                     a.Milimeter block
b.OHP                                                                                     b.Data elevasi dan MAT
c.Penggaris
d.Penghapus

III.DASAR TEORI
Pengertian Air Tanah Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
            Karakteristik Akuifer Air Tanah Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung di alam, serta terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan tanah meliputi keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air tanah dengan penekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah (Danaryanto, dkk. 2005) Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal adanya beberapa karakteristik batuan sebagai berikut : a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis misalnya pasir. b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti misalnya lempung. c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung pasiran. d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.
Gerakan Air Tanah Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Keseimbangan hidrologi dapat terjadi apabila tenaga penggerak air sebanding dengan jumlah tenaga gravitasi potensial dan tenaga hisap potensial, sehingga semakin tinggi kedudukan permukaan air tanah maka tenaga hisap potensial menjadi semakin kecil (Asdak, 2010). Hal ini berarti bahwa semakin besar tenaga hisap/ pemompaan, air tanah menjadi semakin kering. Ketika permukaan air tanah menurun sebagai akibat kegiatan pengambilan air tanah maka akan terbentuk cekungan permukaan air tanah. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berkurangnya volume air tanah akan kelihatan melalui perubahan struktur fisik air tanah dalam bentuk penurunan permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus menerus. Selanjutnya menurunkan fasilitas pemompaan dan jika penurunan itu melampaui suatu limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang sehingga sumber air tanah itu akan menjadi kering.
            Pemanfaatan Air tanah Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin. Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis maupun ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air.

IV.LANGKAH KERJA
1.Tentukan kontur dari peta berdasarkan data yang ada.
2.Bagi peta menjadi dua bagian berupa hulu dan hilir.
3.Hitung potensi air tanah pada hulu dan hilir.

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
            Praktikum geohidrologi kali ini membahas tentang potensi air tanah. Pada laporan kali ini hampir mirip dengan laporan praktikum sebelumnya yaitu flow net. Pada praktikum kali ini dilakukan suatu langkah perhitungan guna mendapatkan besar suatu potensi air tanah bagian hulu dan hilir pada suatu area tertentu.
            Hasil dari perhitungan nilai besar potensi air tanah pada bagian hulu dan hilir ini memperhitungkan banyak hal seperti gradien hidrolik dan tebal akuifer. Semakin tebal suatu akuifer tentu mempunyai banyak stock akan air tanah dan semakin besar gradien dihrolik maka akan semakin besar kemungkinan air mengalir dan berpindah menuju ke tempat lain yang lebih rendah.
            Hasil praktikum kali ini diperoleh nilai potensi akan air tanah pada hulu atau bagian atas lebih besar apabila dibandingkan dengan potensi air tanah yang ada di bagian hilir atau bagian bawah. Meskipun bagian hulu merupakan bagian atas yang air tanahnya akan mengalir menuju daerah hilir, dikarenakan koefisien atau nilai gradien hidrolik hulu ke hilir cukup besar. Selain hal itu daerah hulu atau atas memiliki potensi yang besar akan air tanah dikarenakan, daerah ini merupakan daerah awal tangkapan utama dari air hujan yang terjadi kemudian masuk kedalam tanah. Selai n itu adanya suatu kondisi dimana daerah hulu biasanya terdapat suatu vegetasi vegatasi yang rimbun juga menambah dapat merecharge kuantitas air tanah pada daerah ini, dan nilai evaporasi akan air tanah secara langsung kecil karena panas terhalang oleh vegetasi.
            Sementara pada bagian hllir atau bagian bawah, potensi air tanah disini masih dibawah potensi air tanah pada daerah hulu atau bagian atas. Meskipun daerah hilir mendapatkan pasokan air tanah yang berasal dari daerah hulu, namun secara kuantitas tidak terlalu besar. Daerah hilir sendiri juga tidak mempunyai banyak vegetasi sebagai penambah kuantitas potensi air tanahnya, selaras dengan hal ini daerah hulu yang jarang terdapat vegetasi menyebabkan nilai tingkat penguapan air sangat besar sehingga, meskipun turun hujan, belum sampai air hujan mampu menjadi recharge air tanah, air hujan sudah hilang karena proses penguapan yang terjadi.

VII.KESIMPULAN
1.Kondisi permukaan tanah dan jenis tanah memiliki kontribusi dalam recharge air tanah.
2.Besaran gradien hidrolik dan kemampuan air mengalir menjadi titik utama penentuan arah aliran air tanah.


VIII.DAFTAR RUJUKAN
Kodoatie, J.K, 2012, Tata Ruang Air Tanah, Andy, Yogyakarta.


LAPORAN KKL
GEOHIDROLOGI DAN KUALITAS AIR
Dosen Pengampu       : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.
Description: C:\Users\SC\Pictures\me @UM\logo-um1.jpg



Oleh:
                                    Nama mahasiswa          : Agustinus Slamet S
                                    NIM                            : 150722605704
                                    Offering                        : G
                                    Asisten Praktikum         :  Muhammad Nur Fahmi
                                                               M.Arif



                                        


       UNIVERSITAS NEGERI MALANG
             FAKULTAS ILMU SOSIAL
           JURUSAN GEOGRAFI
          PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
        2017

I.TUJUAN
1.Mahasiswa mampu menghitung infiltrasi pada setiap penggunaan lahan.
2.Mahasiswa mampu menghitung debit sumur dengan pumping test.
3.Mahasiswa mampu menentukan flownets.
4.Mahasiswa mampu mengidentifikasi sumber air dan kualitas air.

II.ALAT dan BAHAN
A.ALAT                                                                                  B.BAHAN
Infiltrasi                       
a.Turc Tec Infiltrometer                                                            a.Kertas
b.Ember                                                                                   b.Air
c.Alat Augger Hole
d.Penggaris
e.Benang
f.Pensil
g.Stopwatch





Pumping Test
a.Pompa                                                                                   a.Kertas
b.Selang                                                                      
c.Augger Hole
d.Stopwatch
e.Current Meter

Flownets
a.Theodolit                                                                               a.Kertas
b.Bak ukur
c.GPS
d.Kompas
e.Yallon
f.Pensil

Kondisi Air
a.Botol                                                                                     a.Kertas
b.Lakmus
c.GPS
d.Pensil
e.Stopwatch
III.DASAR TEORI
Menurut Asdak (1995), ketika air hujan jatuh ke permukaan tanah ata lapisan permukaan, sebagian air tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai limpasan(run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara (soil moisture deficiency) sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak kebawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus kebawah (pekolasi) kedalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (phreatik). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar. Proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah disebut infiltrasi. Sedangkan laju infiltrasi (ft) adalah daya infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah.
Perkolasi merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Besarnya laju infiltrasi atau perkolasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Dengan demikian, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak tergantung : 1. Proses masukknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah 3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas) Laju infiltrasi/ perkolasi ditentukan oleh : 1. Jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah 2. Sifat permukaan tanah 3. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah Dari ketiga unsur di atas, ketersediaan air (kelembaban tanah) adalah yang terpenting karena ia akan menentukan besarnya tekanan potensial pada permukaan tanah. Berkurangnya laju infiltrasi/ perkolasi dapat terjadi karena dua alasan. Pertama, bertambahnya kelembaban tanah menyebabkan butiran tanah berkembang dan dengan demikian akan menutup ruang pori-pori tanah. Kedua, aliran air ke bawah tertahan oleh gaya tarik butir-butir tanah.
 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Infiltarsi 1. Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebal lapisan jenuh Infiltrasi air melalui permukaan tanah dapat diumpamakan sama dengan aliran lewat pipa-pipa sangat kecil, dalam jumlah besar, dengan panjang dan diameter tertentu. Pada permulaan musim hujan pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus pada waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang berkesinambungan, meskipun pada periode sama. 2. Kadar Air Dalam Tanah Jika sebelum hujan turun permukaan tanah sudah lembab, daya infiltrasi (ft) akan lebih rendah di bandingkan dengan jika pada permukaan tanah yang semula kering. Suatu jenis tanah berbutir halus yang dapat digolongkan sebagai koloid, bila terkena air dan menjadi basah akan mengembang. Perkembangan tersebut mengakibatkan berkurangnyavolume pori-pori, sehingga daya infiltrasi/ perkolasi akan mengecil. Ini merupakan alasan mengapa pada tanah yang berbutir halus ft akan cepat mengecil dengan bertambahnya durasi hujan. 3. Pemampatan oleh partikel-partikel curah/butiran hujan
Gaya pukulan butir-butir air hujan terhadap permukaan akan mengurangi debit resapan air hujan. Akibat jatuhnya tersebut butir-butir tanah yang lebih halus dilapisan permukaan tanah akan terpencar dan masuk kedalam ruang-ruang antar butir-butir tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukaan tanah yang terdiri atas lapisan yang bercampur tanah liat akan menjadi kedap air karena dimampatkan oleh pukulan butir-butir hujan tersebut. Tapi tanah pasiran tanpa campuran bahan-bahan lain tidak akan dipengaruhi oleh gaya pukulan partikel butir-butir hujan itu. 4. Tumbuh tumbuhan Linkungan tumbuh tumbuhan yang padat, misalnya seprti rumput atauhutan cenderung untuk meningkatrkan resapan air hujan. Ini disebabkan oleh akar yang padat menembus kedalam hutan, lapisan sampah organic dari daun-daun atau akar-akar dan sisa-sisa tanaman yang membusuk membentuk permukaan empuk, binatang-binatang dan serangga-serangga pembuat liang membuka jalan kedalam tanah, lindungan tumbuh-tumbuhan mengambil air dari dalam tanah sehingga memberikan ruang bagi proses infiltrasi/ perkolasi berikutnya.   
Pemampatan oleh Orang dan Hewan Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah berkurang karena struktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus telah dirusaknya dan mengakibatkan tanah tersebut menjadi padat, sehingga laju infiltrasi/ perkolasi pada daerah tersebut sangat rendah. Contohnya kebun rumput tempat memelihara banyak hewan, lapangan permainan dan jalan tanah. Pemampatan oleh injakan orang atau binatang dan lalu lintas kendaraan sangat menurunkan laju infiltrasi/ perkolasi. 6. Kelembaban tanah Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhilaju infiltrasi. Potensi kapiler bagian lapisan tanah yang menjadi kering (oleh evaporasi) kurang dari kapasitas menahan air normal akan meningkat jika lapisan tanah dibasahi oleh curah hujan. Peningkatan potensial kapiler ini bersma-sama dengan grafitasi akan mempercepat infiltrasi. Bila kekurangan kelembaban tanah diisi oleh infiltrasi, maka selisih potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang sama kapasitas infiltrasi/ perkolasi pada permulaan curah hujan akan berkurang tiba-tiba, yang disebabkan oleh pengembangan bagian klodial dalam tanah. Jadi kelembaban tanah itu adalah sebagian tanah dari sebab pengurangan tiba-tiba dari infiltrasi. 7. Karateristik-karateristik Air yang Berinfiltrasi a.
Menurut Ward dalam Sosrodarsono (1999),suhu air mempunyai beberapa pengaruh, tetapi sifat dan penyebarannya belum pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan musim panas kapasitas infiltrasi lebih tinggi. Namun ini tentu disebabkanoleh sejumlah faktor dan tentunya bukan karena suhu saja b. Kualitas air merupakan factor lain yang mempengaruhi infiltrasi/ perkolasi. Liat halus pada partikel debu yang dibawa dengan air ketika perkolasi kebawah dapat menghambat ruang pori yang lebih kecil. Kandunagan garam dapur air mempengaruhi visikositas air dan laju pengembangan koploid (Sosrodarsono, 1999). 8. Tekstur tanah Menurut Hardjowigeno dalam Januardin (2008), tekkstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm-50 μ), debu (50-2 μ) dan liat ( 70 %, porositas rendah (< 40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar, sehingga aerasinya baik daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menahan air dan unsur hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya > 35 %, porositas relatip tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Utomo dalam Januardin, 2008). Pada tekstur tanah pasir, laju perkolasi akan sangat cepat, pada tekstur tanah lempung laju perkolasi adalah sedang hingga cepat dan pada tekstur liat laju perkolasi akan lambat (Serief dalam Januardin, 2008).
A. Kualitas Air
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Begitu pula dengan air bersih, air minum dan air hujan, tentunya memiliki kesamaan, namun sangat jauh berbeda diantara ketiganya. Mulai dari kandungan yang terdapat dalam air tersebut hingga sumber dari air itu sendiri. Dan tentunya penggunaan dari ketiganya juga berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, yang membedakan antara kualitas air bersih dan air minum adalah standar kualitas setiap parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis maksimum yang diperbolehkan.

B. Standar Kualitas Air Minum
Pengertian standar kualitas air minum adalah batas operasional dari kriteria kualitas air dengan memasukkan pertimbangan non teknis, misalnya kondisi sosial-ekonomi, target atau tingkat kualitas produksi, tingkat kesehatan yang ada, dan teknologi yang tersedia. Pengertian air minum sendiri adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan yang dapat diminum.

1. Standar Baku Air Minum
Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 01 / birhukmas / I / 1975 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan dengan standar internasional yang ditetapkan WHO. Standarisasi kualitas air tersebut bertujuan untuk memelihara, melindungi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama dalam pengolahan air atau kegiatan usaha mengolah dan mendistribusikan air minum untuk
masyarakat umum. Dengan adanya standarisasi tersebut dapat dinilai kelayakan pendistribusian sumber air untuk keperluan rumah tangga.

Kualitas air yang digunakan sebagai air minum sebaiknya memenuhi persyaratan secara fisik, kimia, dan mikrobiologis.
a. Persyaratan Fisik
Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Jernih atau tidak keruh.
2. Tidak berwarna.
3. Rasanya tawar.
4. Tidak berbau.
5. Temperaturnya normal.
6. Tidak mengandung zat padatan.

b. Persyaratan Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut :
1. pH normal.
2. Tidak mengandung bahan kimia beracun.
3. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam.
4. Kesadahan rendah.
5. Tidak mengandung bahan organik.
c. Persyaratan Mikrobiologis
Persyaratan mikrobiologis yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut :
1. Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan coli, salmonellatyphi, vibrio cholera, dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air (transmitted by water).
2. Tidak mengandung bakteri nonpatogen, seperti actinomycetes, phytoplankton coliform, cladocera, dan lain-lain.

Pumping Test disebut juga dengan uji akuifer. Dimana maksud dari uji akuifer ini adalah untuk mengetahui ketetapan akuifer seperti koefisien permeabilitas dan koefisien penampungan (storage coefficient). Jadi, uji akuifer itu sangat penting untuk perencanaan sumur dan pengontrolannya. Jika koefisien permeabilitas itu digunakan sebagai koefisien transmisibilitas (Koefisien permeabilitas dikali dengan tebal akuiher), maka perhitungannya akan lebih mudah (Mori dkk., 1999). Untuk mendapatkan hasil uji akuifer yang baik maka terutama diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut (Mori dkk., 1999) : • Sumur pembuangan sedapat mungkin mempunyai konstruksi yang dapat mengeluarkan air tanah dari seluruh akuifer yang akan diuji. • Permukaan air tanah sumur pembuangan harus terlihat dengan baik pada sumur-sumur pengamatan. Jadi saringan sumur pembuangan dan sumursumur pengamatan harus dipasang pada akuifer yang sama. Sumur-sumur pengamatan harus terletak pada bagian-bagian atas dan bawah dari gradien hidrolik dengan sumur pembuangan sebagai titik pusat. Rumus yang diterapkan untuk uji akuifer itu dibagi dalam 2 jenis, yakni rumus tidak keseimbangan dengan konsep waktu dan rumus keseimbangan tanpa konsep waktu.


Tahapan pengujian akuifer atau sering disebut dengan tahap pumping yaitu :
Pemompaan Uji Pendahuluan (Trial Pumping Test) Pertama-tama dilakukan uji pendahuluan yang dilakukan selama 3 jam berturut-turut dengan debit maksimum, dipasang pompa dengan debit pemompaan 3 liter/detik. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap penurunan muka asli air tanah pada sumur pengamatan (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Penurunan Bertingkat/ Uji Surut Muka Air Secara Bertahap (Step draw-down test). Air dapat dipompa secara berturut-turut dari sumur artinya kondisi besarnya pemompaan yang tetap dapat diperoleh pada permukaan air yang tetap. Jadi air yang keluar dari sumur diperkirakan pertama-tama terjadi pada penurunan permukaan air dan umumnya air yang keluar itu sama dengan besar pemompaan (Mori dkk., 1999). Selama waktu pemompaan itu kecil, kapasitas spesifik air yang keluar yakni besar pemompaan per-satuan penurunan permukaan air relatif besar. Akan tetapi jika pemompaan menjadi besar, maka besarnya air yang keluar tahap demi tahap menjadi kecil dan akhirnya kadang-kadang banyaknya pasir dan lumpur dalam air yang dipompa meningkat yang disebabkan oleh pergerakan yang terdapat dalam akuifer (Mori dkk., 1999).
Hal ini menunjukan ketidakmampuan sumur dan untuk menghindarinya dilakukan uji surut muka air secara bertahap. Sebelum dilakukan uji surut muka air secara bertahap, sumur harus didiamkan selama minimum 12 (dua belas) jam, tanpa pemompaan. Besar air pemompaan ditingkatkan tahap demi tahap dan pada setiap besarnya pemompaan akan ditemukan permukaan air yang seimbang. Kemudian besarnya pemompaan dikurangi tahap demi tahap sampai ditemukan permukaan air yang seimbang. Pemompaan dilakukan tiap tahapannya selama 3 jam dengan besarnya debit pemompaan bertahap. Kemudian dari hasil pengujian tersebut dapat dinyatakan dengan grafik hubungan antara besarnya pemompaan air (Q) dengan besarnya penurunan permukaan air (s) (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pemompaan Uji Menerus (Constant rate pumping test) Setelah itu dilakukan pengujian debit secara terus menerus selama + 48 jam, pengujian ini dilakukan untuk pengamatan penurunan muka air tanah dan apabila didapatkan penurunan muka air yang drastis serta mempengaruhi sumur-sumur lain yang ada maka dilakukan uji pemompaan dengan penurunan debit (Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008).
Pengertian Air Tanah
Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air did alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).




Karakteristik Akuifer Air Tanah

Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung dialam, serta terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan tanah meliputi keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air tanah dengan penekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah (Danaryanto, dkk. 2005) Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal adanya beberapa
karakteristik batuan sebagai berikut :
a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis misalnya pasir.
b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti misalnya lempung.
c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung pasiran.
d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung.
Pemanfaatan Air tanah

Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin. Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus. Melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis maupun ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air.

Selanjutnya menurut Kepmen ESDM Nomor : 1451.K/ 10/ MEM/ 2000, disebutkan bahwa prinsip efisiensi air dilaksanakan dengan memanfaatan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan diutamakan dari sumber air permukaan sedangkan air tanah digunakan sebagai tambahan pasokan air serta prioritas peruntukan air tanah adalah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan rumah tangga


IV.LANGKAH KERJA
Infiltrasi
1.Pasang Turc tec Infiltromter
2.Catat penurunan pada 15 menit Turc Tec Infiltrometer
3.Buat lubang sedalam 1 meter dengan bor tanah.
4.Pasang alat augger hole.
5. Isi lubang dengan air hingga  ketebalan 90cm
6.Catat penurunan air setiap 1 menit.
7.Tunggu hingga air mencapai niai konstan.

Pumping Test
1.Siapkan alat berupa pompa air dan current meter.
2.Pasang auger hole diatas sumur.
3.Catat penurunan air setiap 1 menit.
4.Hitung debit air dengan cuurent meter atau juga dengan ember pengukur.

Flownets
1.Siapkan alat seperti theodolit,gps,dll.
2.Cari lokasi yang memiliki ketinggian berbeda
3.Lakukan ploting pada setiap titik.
4.Lakukan penembakan guna mendapatkan hasil pengukuran perbedaan elevasi

Kualitas air
1.Siapkan alat.
2.Cari suatu mata air.
3.Lakukan analisa hasil sumber air.
4.Hitung debit air dari mata air.
5.Cek kondisi Ph dengan lakmus
6.Ploting lokasi dengan GPS
7.Tentukan suhu air pada mata air.

V.HASIL PRAKTIKUM
(terlampir)

VI.PEMBAHASAN
            Pengukuran pada kuliah kerja lapangan geohidrologi dan kualitas air kali ini data pertama didapatkan data infiltrasi menggunakan turc tec infiltrometer dan double ring infiltrometer. Lokasi pengujian infiltrasi ini dilakukan pada 3 pengolahan lahan yang berbeda. Pertama adalah lahan yang digunakan sebagai pemukiman rumah warga setepat, tegalan, dan kebun singkong. Pada penggunaan lahan yang digunakan sebagai pemukiman di duga hasil dari infiltrasi akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan adanya kompaksi tanah akibat didirikan bangunan yang dengan tekanan yang sangat berat. Uji pengukuran infiltrasi dengan dua alat ukur ini di dapatkan nilai infiltrasi yang sangat rendah dengan nilai 0,9 meter per hari. Lokasi kedua pada lokasi kebun singkong, pada lokasi ini hasil dari pengukuran infiltrasi memiliki nilai yang cukup besar. Hal ini dikarenakan air dapat meresap kedalam tanah dengan baik dan terinfiltrasi. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah tekstur dan struktur tanah yang mendukung air untuk masuk kedalam tanah, dengan adanya perakaran dari tanaman singkong yang memecah tanah menjadi struktur yang dapat dengan mudah dilalui oleh air. Selain itu dikarenakan pada lokasi ini merupakan perkebunan singkong, tentu mendapatkan suatu pengolahan tersendiri yang menjadikan tanah terus terolah dan terbolak balik dari adanya pengolahan oleh pemilik lahan. Lokasi uji infiltrasi ketiga berada pada tegalan, tegalan merupakan lahan dengan kondisi memiliki vegetasi yang heterogen. Pengujian infiltrasi ini didapatkan bahwa hasil dari infiltrasi disini memiliki nilai ang sangat besar, hal ini dikarenakan banyaknya vegetasi yang ada lokasi pengukuran. Vegetasi yang tumbuh pada lokasi ini mulai dari rumput, semak semak , dan hingga vegetasi dengan ukuran besar seperti mahoni, dan jati. Di dapatkan analisa pada daerah ini memiliki infiltrasi yang sangat besar karena, tanah pada lapisan atas menjadi berubah strukturnya dikarenakan adanya rumput rumput dan semak semak, sementara tanah bagian bawah sturkturnya berubah dikarenakan adanya vegetasi dengan ukuran besar yang tentu saja memiliki perakaran hingga menembus lapisan tanah yang cukup dalam. Sehingga air sangat mudah masuk dan terinfiltrasi kedalam tanah. Namun pada kondisi yang sedemikian dengan tingkat infiltrasi yang tinggi dan topogafi yang cukup terjal justru bisa menimbulkan suatu bahaya apabila terjadi hujan lebat diluar perkiraan. Dikarenakan mudahnya tanah menyimpan air, saat tanah sudah jenuh akan air, tentu tanah akan menjadi mudah terpengaruh oleh air, dan bisa menimbulkan tanah longsor, sehingga diperlukan suatu pengolahan lebih lanjut dan penggunaan lahan yang tepat aan menghindarkan dari bencana yang bisa mengancam kapan saja. Di gunakannya dua alat infiltrasi ini digunakan sebagai pembanding dari hasil infiltrasi dan mendapatkan nilai ke akuratan hasil dari pengujian.
           
            Selain uji infiltrasi dalam proses kegiatan kuliah kerja lapangan juga dilakukan uji kualitas air berupa uji pH,suhu, dan pengukuran debit suatu mata air atau sumur. Di dapatkan pada lapangan sumber mata air yang keluar dari adanya tekuk lereng, dengan adanya tekuk lereng ini membuat terpotongnya lapisan akuifer sehingga air keluar di bawah tekuk lereng yang ada. Lokasi pertama sumber air ini didapatkan di lokasi persawahan, hasil yang didapatkan pH air berada pada kondisi netral, suhu sebesar 22,5 derajat celcius, tergolong panas karena matahari menyinari sepanjang siang tanpa ada vegetasi penghalang. Debit padat tekuk lereng ini tergolong kecil dengan nilai 10,71cm kubik tiap detik. Hal ini terjadi dikarenakan pada tekuk lereng ini sudah bukan lagi pada lintasan aliran air tanah utama. Sementara itu juga dilakukan analisa kondisi fisik air sumur pada salah satu rumah hunian masyarakat setempat. Hasil dari uji pada sumur ini berupa pH dengan kondisi netral suhu 20 derajat celcius, suhu pada sumur ini terbilang dingin dikarenakan sumur perada di dalam rumah warga dan juga ditutupi oleh penutup karena tidak lagi digunakan. Pada lokasi sumur ini debit tidak dapat dilakukan pengukuran dikarenakan kedalaman muka air tanah cukup dalam, dan juga berada di dalam rumah warga. Sehingga tidak dimungkinkan dilakukan suatu uji pumping test. Terakhir adalah mata air yang ada di lokasi tegalan, pada mata air ini suhu air terbilang dingin, dikarenakan adanya tutupan vegetasi yang rapat dan debit air yang lumayan besar. Kondisi air pada lokasi ini pada kondisi netral. Hal ini selaras dengan ditemukannya pipa yang terpasang oleh PDAM yang dialirkan guna memenuhi kebutuhan akan air masarakat setempat. Lokasi ini air keluar dari rembesan tebing, yang di duga dari retakan yang terjadi pada tebing sehingga membuat air mampu keluar dengan debit yang cukup besar senilai 0,6 meter kubik per detik.

            Adapaun pengukuran lainnya adalah pengukuran pumping test dengan uji pumping menggunakan metode chow. Uji ini dilakuka guna mengetahui kemampuan air untuk kembali mericharge air sumur sumur setelah adanya suatu penggunaan tertentu. Uji ini dapat sebagai uji analisa kuantitas dari air sumur yang ada, memberi batasan penggunaan maksimum dari pengambilan air sumur. Metode ini hasil nilai naik turun muka air sumur digunakan dengan alat augger, sehingga bisa didapatkan berapa naiknya air dan turunnya air dalam waktu tertentu. Adapun hasil yang di dapatkan nilai transmisivitas sumur sebesar 0,16 meter persegi perhari. Sementara nilai kemampuan menyimpan air pada sumur sebesar 0,19. Sehingga dengan data ini dapatkan bahwa untuk memenuhi sumur dengan air pada kondisi semula dibutukan waktu lebih dari satu hari.  Upaya untuk mendapatkan nilai ini juga harus mempertimbangkan kontruksi dari sumur penelitian seperti, tebal dinding sumur, tinggi dinding sumur, tebal dinding beton maupun dinding porus pada kontruksi sumur. Lebar sumur juga tidak boleh terabaikan karena berkaitan dengan pengukuran debit sumur. Sehingga pada tahap terakhir diperoleh suatu analisa bahwa penggunaan dan pengambila air pada sumur ini tidak boleh dilakukan secara berlebihan, karena sangat mungkin terjadi kondisi sumur yang kering dan kehabisan akan air karena kemampuan recharge sumur lebih rendah daripada dengan pengambilan air sumur yang dilakukan.

            Flownets merupakan pengukuran yang dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan menganalisa tinggi muka air pada sumur, dan juga menghitung kelerengan yang ada di lokasi penelitian. Kondisi setiap kelerengan yang berbeda harus dilakukan suatu pengukuran dengan menggunakan theodolit metode stelsel. Setelah setiap topografi atau kelerengan dilakukan maka akan bisa tergambar kontur pada lokasi penelitian dibantu dengan aplikasi surfer. Data berupa peta kontur setelah di tambahkan pada data muka air tanah sumur dapat dilakukan pendugaan arah aliran air tanah, selain itu juga dapat dilakukan pengukuran potensi air tanah yang ada. Adapun dari flownets ini juga digunakan sebagai asumsi bahwa dari kondisi kelerengan atau topografi bisa mengetaui arah aliran air tanah yang terjadi dan juga kecepatan aliran. Kecepatan aliran ini dipengaruhi oleh faktor gradien hidrolik yang berkaitan dengan kondisi kelerengan dan juga koefisien hidrolik yang berkaitan dengan kondisi lapisan dibawah tanah.


VII.KESIMPULAN
1.Aliran air tanah dipengaruhi oleh faktor gradien dan koefisien hidrolik.
2.Transmisivitas dan koefisien storage mempengaruhi kuantitas air sumur.
3.Kualitas air tanah bisa dipengaruhi oleh faktor internal.
4.Kondisi lahan mampu mempengaruhi tingkat laju infiltrasi.

VIII.DAFTAR RUJUKAN
Kodoatie, J.K, 2012, Tata Ruang Air Tanah, Andy, Yogyakarta.
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda.
Dinas Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah, 2008. Pedoman Teknis Pelaksanaan  Pekerjaan Pemboran Sumur Uji Produksi di Wilayah Pamali Juwana.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.




                       

            

2 comments: