LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROMETEOROLOGI
ACARA I
JARING PENGUKURAN HUJAN DAN HUJAN
WILAYAH
Dosen Pengampu : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.

Oleh:
Nama mahasiswa : Agustinus Slamet S
NIM : 150722605704
Mata Kuliah : Hidrometeorologi
Offering : G
Tanggal
Praktikum : 8
September 2017
Asisten Praktikum : Dicky
K
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
I.TUJUAN
1.Mahasiswa
mampu melakukan perhitungan curah hujan wilayah metode aritmatik.
2.Mahasiswa
mampu melakukan perhitungan curah hujan wilayah metode thiesen.
3.Mahasiswa
mampu melakukan perhitungan curah hujan wilayah metode isohyet.
II.ALAT
dan BAHAN
A.ALAT B.BAHAN
a.Pensil a.Kertas HVS
b.Penggaris b.Milimeter Block
c.Penghapus
d.Kalkulator
III.DASAR
TEORI
Hujan
Daerah
Hujan yang terjadi dapat merata
di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat setempat. Hujan
bersifat setempat artinya ketebalan hujan yang diukur darisuatu pos hujan belum
tentu dapat mewakili hujan untuk seluruh kawasan yang lebihluas,
kecuali hanya untuk lokasi di sekitar pos hujan itu. Peluang hujan
padaintensitas tertentu dari suatu lokasi satu ke lokasi yang lain dapat
berbeda–beda.Untuk lokasi pos hujan ditempat A mungkin nilai intensitas hujan
tersebut padaperiode ulang 50 tahunan, tetapi untuk lokasi pos hujan
ditempat B dengan intensitasyang sama mungkin hanya periode ulang 10 tahunan
saja, meskipun kedua lokasi poshujan itu jaraknya tidak jauh.Menurut Soewarno
(2000) dalam bukunya Hidrologi Operasional JilidKesatu, curah hujan yang
diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili karateristikhujan untuk daerah.
Metode yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rata-rata wilayahdaerah aliran sungai (DAS) ada
tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik(aljabar), metode poligon
Thiessen dan metode Isohyet (Loebis, 1987)
Metode
Perhitungan Curah Hujan Daerah
Variabilitas hujan umumnya sangat
besar baik menurut ruang atau waktu,sedangkan untuk analisis hidrologi suatu
Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau DaerahPengaliran Sungai (DPS)
diperlukan data hujan menurut ruang dan waktu. Datahujan yang terukur selalu
dianggap mewakili kondisi bagian kawasan dari suatu SWS/DPS tersebut. Oleh
karena itu semakin sedikit jumlah pos dan semakin luas SWS/DPS itu maka
anggapan tersebut akan semakin besar kesalahannya. Beberapametode pendekatan
yang dianggap dapat digunakan untuk menentukan tebal hujan rata rata (pada
periode tertentu : setiap jam, harian, bulanan, tahunan) dari suatuDPS antara
lain: a)Aritmatik b)Thiesen c)Isohyet.
Metode
rata rata aritmatik merupakan meode yang paling sederhana.
Tinggirata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung
(arithmeticmean method ) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di
dalam arealtersebut.Menurut Soewarno (2000) metode ini hanya disarankan untuk
kondisi DPSdengan topografi pedataran (flat topography) dengan jumlah pos hujan
cukup banyakdan lokasinya tersebar merata (uniformly distributed) pada lokasi
yang terwakili.Apabila persyaratan itu tidak terpenuhi maka metode ini akan
memberikan hasilperhitungan yang tidak teliti.
Pada penerapan metode poligon
Thiessen ada suatu anggapan bahwa setiappos hujan dapat mewakili tebal hujan
dari suatu daerah dengan luas tertenu. Luastertentu itu adalah
luas daerah yang dibatasi garis tegak lurusyangm melalui dan membagi
suatu bagian yang sama dari setiap garis lurus yang menguhubungkan setiapdua
pos hujan yang berdekatan, sehingga bila digambar setiap pos hujan akanterletak
didalam suatu polygon. Curah hujan rata rata dari suatu DPS dihiung
dari jumlah hasil perkalian tebal hujan dengan luas polygonnya dibagi dengan luasseluruh
DPS.Penerapan metode ini tidak mempertimbangkan bentuk topografi DPS,sehingga
tidak disarankan digunakan pada DPS yang berbukit bukit atau bergunung gunung
karena adanya pengaruh orografis terjadinya hujan. Disamping itu jika terjadi
penambahan atau pengurangan jumlah pos atau pemindahan jumlahpos hujan akan
mengubah luas jaringan poligon. Salah satu pos hujan tidak terukurdatanya
karena misalnya rusak atau datanya meragukan maka jaringan poligon jugaakan
berubah. Meskipun demikian metode ini dianggap lebih baik daripada
metodearitmayik, karena telah mempertimbangkan luas daerah yang dianggap mewakili,sebagai
bobot dalam perhitungan tebal hujan rata rata.
Menurut Soewarno (2000) Isohiet
adalah garis yang menggambarkan tebalhujan yang sama besarnya. Penggambaran
setiap garis isohiet dari suatu DPS harusmempertimbangkan faktor topografi dan
faktor lainnya yang berpenfaruh terhadapssebaran hujan.Teknik ini dipandang
paling baik, tapi bersifat subyektif dan tergantung padakeahlian, pengalaman,
dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan
di daerahsetempat. Hasil penelitian juga menunnjukkan bahwa cara Isohyet
lebih teliti, tetapicara perhitungannya memerlukan banyak waktu karena
garis-garis isohyet yang baruperlu ditentukan untuk setiap curah hujan.
Metode Isohyet terutama berguna untukmempelajari pengaruh curah hujan terhadap
aliran sungai terutama di daerah dengantipe curah hujan orografik.Pada beberapa
kasus, besarnya curah hujan di suatu tempat dapat diperkirakandari ketinggian
tempat tersebut. Hal ini terutama lazim terjadi di daerah dengan tipecurah
hujan orografik. Di daerah ini, interval garis kontur dapat digunakan
untukmembantu memperkirakan posisi garis-garis dengan curah hujan yang
sama besarnya(isohyet). Setelah penentuan garis isohyet, kemudian dapat
dihitung besarnya curahhujan rata-rata untuk masing-masing fraksi isohyet, dan
dengan demikian dapatdiperkirakan curah hujan rata-rata untuk seluruh DAS.
IV.LANGKAH
KERJA.
A.Perhitungan
Aritmatik
1.Jumlahkan
CH tahunan dalam stasiun hujan yang sama selama 25 tahun.
2.Jumlahkan
rata rata CH pada 10 stasiun yang ada.
B.Polygon
Thiesen
1.Hubungkan
antar stasiun membentuk segitiga.
2.Beri
titik berat pada setiap sumbu segitiga.
3.Lakukan
perhitungan luas daerah yang mewakili tiap stasiun.
4.Kalikan
curah hujan tiap stasiun dengan luas wilayah stasiun dibagi luas total wilayah.
C.Isohyet
1.Hubungkan
wilayah yang memiliki CH hujan sama membentuk garis interpolasi.
2.Hitungan
luas tiap daerah yang terpisah oleh garis.
3.Kalikan
curah hujan tiap stasiun dengan luas wilayah garis dibagi luas wilayah total.
V.HASIL
PRAKTIKUM
(terlampir)
VI.PEMBAHASAN
Praktikum hidrometeorologi kali
ini dilakukan suatu perhitungan curah hujan wilayah menggunakan 3 metode yang
berbeda. Adapun metode pertama yang dilakukan dengan menggunakan metode
aritmatik, metode kedua adalah metode polygon thiesen, dan metode ketiga adalah
metode isohyet.
Adapun hasil dari perhitungan
metode arimatik di dapatkan curah hujan wilayah sebesar 2548,956, hasil dari
perhitungan metode polygon thiesen sebesar 2449,102619, dan hasil terakhir yang
di dapatkan menggunakan metode isohyet sebesar 2385,386819.
Adanya perbedaan hasil dari
penggunaan ketiga metode yang dilakukan dimungkinkan karena adanya faktor
faktor yang mungkin pada satu metode di pertimbangkan, namun pada metode lain
tidak di pertimbangkan. Aritmatik hanya memperhitungkan curah hujan pada
stasiun penakar hujan, tanpa memperhitungkan luas wilayahnya, sementara
perhitungan dengan metode polygon thiesen curah hujan dengan luas wilayah
diperhitungan begitu juga dengan metode isohyet luas wilayah menjadi suatu faktor
yang di perhitungkan.
Apabila melihat hasil yang telah
di dapatkan diatas, terdapat suatu perbedaan angka besaran dari perhitungan.
Metode aritmatik dengan hasil perhitungan sedemikian rupa dimungkinkan hasil
dari perhitungan ini belumlah teliti apa bila dibandingkan dengan metode
polygon thiesen maupun metode perhitungan isohyet. Hasil dari perhitungan
metode polygon thiesen sebesar 2449 dan hasil perhitungan isohyet sebesar 2385.
Hal ini tentu bisa menjadi suatu bahan pertimbangan dan koreksi dalam pengukuran
hujan wilayah dengan tingkat yang lebih teliti.
Selanjutnya
adalah pengukuran stasiun enakar hujan optimal. Diharapkan dengan perhitungan
ini, setiap wilayah diketahui apakah keberadaan dari stasiun penakar hujannya
telah mencapai angka optimum. Semakin sedikit jumlah stasiun penakar hujan maka
data yang dihasilkan juga tidak akan optimum, namun apabila pada suatu wilayah
jumlah stasiun penakar telah sesuai maka akan menjadi wilayah dengan stasiun
penakar yang optimum dan bahkan maksimal. Setelah dilakukan perhitungan di
dapatkan bahwa di daerah pada peta bahan praktikum masih perlu penambahan
stasiun penakar hujan sebanayk 6 stasiiun. Jumlah ini muncul setelah dilakukan
perhitungan yang mendapati bahwa nilai N sebesar 5,2. Sehingga masih dibutuhkan
penambahan sebanyak 6 unit stasiun hujan.
Dikarenakan jumlah stasiun hujan
dengan luas wilayah juga harus benar benar di pertimbangkan dengan matang.
Semakin sempit luas wilayah maka akan semakin sedikit stasiun yang dibutuhkan,
dan begitu sebaliknya semakin luas daerah atau wilayah jumlah stasiun penakar
hujan yang dibutuhkan akan lebih banyak.
VII.KESIMPULAN
1.Setiap
metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing masing.
2.Setiap
metode dapat dibandingkan satu sama lain untuk menjadi bahan pertimbangan dan
koreksi.
3.Sedikit
banyak jumlah stasiun penakar mempengaruhi daya ukur hujan wilayah.
VIII.DAFTAR
RUJUKAN
Sosrodarsono,
Suyono, (1985).Hidrologi untuk Pengairan,PT.
PradnyaParamitha, Jakarta.2.Limantara, L.M. , (2010). Hidrologi Praktis , CV.
Lubuk Agung, Bandung.



LAPORAN PRAKTIKUM
HIDROMETEOROLOGI
ACARA II
PERBAIKAN DATA HUJAN
Dosen Pengampu : Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si.

Oleh:
Nama mahasiswa : Agustinus Slamet S
NIM :
150722605704
Mata
Kuliah :
Hidrometeorologi
Offering : G
Tanggal
Praktikum : 15 September 2017
Asisten Praktikum :
Dicky K
Risky
Pandu S
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2017
I.TUJUAN
1.Mahasiswa
mampu melakukan perbaikan data hujan.
2.Mahasiswa
mampu melakukan uji konsistensi data hujan.
II.ALAT
dan BAHAN
A.ALAT B.BAHAN
a.Pensil a.Kertas
HVS
b.Penggaris
c.Penghapus
d.Kalkulator
III.DASAR
TEORI
Hujan/Presipitasi
Persipitasi adalah peristiwa turunnya uap air dari atmosfer ke permukaan bumi,
yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Ketika akan
hujan udara semakin jenuh dan secara bersamaan terjadi proses pendinginan udara
(sublimasi) atau penambahan uap air ke udara. Presipitasi terbentuk melalui
benturan antara butir air atau es dengan awan. Jumlah hujan dipengaruhi oleh
faktor klimatologi seperti temperatur, tekanan atmosfer dan angin. Ada dua
syarat penting terjadinya hujan yaitu massa udara harus mengandung cukup uap
air, dan massa udara harus naik ke udara sedemikian sehingga menjadi dingin.
Jumlah air hujan yang jatuh dapat diukur dengan menggunakan alat penakar hujan
di beberapa lokasi pada daerah yang ditinjau (Triatmodjo, 2008).
Hujan merupakan
komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah
kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai,
baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub
surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat
hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan
menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan,
kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan (Harto,1993).
Metode perbandingan
normal perhitungan yang digunakan cukup
sederhana yakni dengan
memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang
hilang di stasiun tersebut. Variabel yang diperhitungkan
pada metode ini adalah curah hujan harian di stasiun lain dan jumlah curah hujan 1 tahun pada
stasiun lain tersebut. Rumus Metode Normal Ratio
untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut:

Keterangan :
Px = Hujan yang hilang di stasiun x
P1,P2,…,Pn = Data hujan di stasiun
sekitarnya pada periode yang sama
Nx = Hujan tahunan di stasiun x
N1,N2,…,Nn = Hujan tahunan di
stasiun sekitar x
n = Jumlah stasiun di sekitar x
Metode Inversed Square
Distance atau Metode
Resiprok perhitungan yang digunakan hampir sama
dengan Metode Normal Ratio yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah
hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika pada Metode Normal Ratio yang
digunakan adalah jumlah curah hujan dalam 1
tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan
dicari data curah hujan yang hilang. Rumus Metode
Inversed Square Distance untuk mencari data curah hujan yang hilang sebagai berikut:

Keterangan :
Px = Hujan yang hilang di stasiun x
Pi = Data hujan di stasiun
sekitarnya pada periode yang sama
Li = Jarak antar stasiun
Uji konsistensi dapat
dilakukan dengan teknik masa ganda (double mass curve), yaitu dengan
membandingkan hujan rata-rata akumulatif dari stasiun yang dimaksud (sebagai
sumbu Y) dengan rerata akumulatif stasiun-stasiun di sekitarnya (sebagai sumbu
X) yang dianggap sebagai stasiun dasar. Stasiun-stasiun dasar tersebut dipilih
dari tempat-tempat terdekat dengan stasiun yang akan diteliti konsistensinya.
Dari garis masa ganda dapat diketahui konsistensi data stasiun yang diteliti.
Jika garis yang dihasilkannya lurus maka disimpulkan bahwa datanya cukup baik,
sebaliknya jika garis yang dihasilkannya tidak lurus maka menunjukkan bahwa
data hujan dari stasiun tersebut mengalami penyimpangan.
IV.LANGKAH
KERJA.
A.Perhitungan
Normal
1.Input
data seluruh stasiun hujan.
2.Lakukan
perhitungan dengan rumus metode normal pada setiap data.
B.Perhitungan
Resiprok
1.Input
data seluruh stasiun hujan
2.Perhitungkan
jarak stasiun yang akan dicari dengan stasiun lain terdekat.
3.Lakukan
perhitungan dengan rumus metode resiprok pada setiap data.
C.Uji
Konsistensi
1.Input
data seluruh stasiun.
2.Hitung
nilai rerata stasiun, komulatif .
3.Buat
kurva massa ganda.
V.HASIL
PRAKTIKUM
(terlampir)
VI.PEMBAHASAN
Praktikum hidrometeorologi kali ini
dilakukan suatu perhitungan untuk mengkoreksi dan memperbaiki data curah hujan.
Menggunakan 2 metode yang berbeda. Adapun metode pertama yang dilakukan dengan
menggunakan metode perhitungan normal, metode kedua adalah metode perhitungan
resiprok. Selanjutnya juga harus dilakukan suatu uji konsistensi nilai data
guna mendapatkan nilai hujan yang akurat. Adapun hasil dari perhitungan metode
normal di dapatkan data bahwa nilai koreksi lebih besar, apabila dibandingkan
dengan hasil dari perhitungan metode resiprok.
Adanya perbedaan hasil dari penggunaan kedua
metode yang dilakukan dimungkinkan karena adanya faktor faktor yang mungkin
pada satu metode di pertimbangkan, namun pada metode lain tidak di pertimbangkan.
Normal hanya memperhitungkan curah hujan pada stasiun penakar hujan, tanpa
memperhitungkan jarak antar stasiun satu dengan yang lainnya. Sementara perhitungan
dengan metode resiprok perhitungan perbaikan atau koreksi curah hujan dilakukan
dengan mempertimbangkan jarak antar stasiun hujannya.
Perhitungan konsistensi berfungsi
sebagai uji apakah data koreksi telah memenuhi dan bisa di pertanggung
jawabkan. Melakukan uji konsistensi bisa memberitahukan perubahan data hujan
sebelum dilakukan koreksi dan setelah dilakukan koreksi.
Apabila melihat hasil yang telah di
dapatkan diatas, terdapat suatu perbedaan angka besaran dari perhitungan.
Metode perhitungan normal dengan hasil perhitungan sedemikian rupa dimungkinkan
hasil dari perhitungan ini belumlah teliti apa bila dibandingkan dengan metode
perhitungan resiprok.
Selanjutnya
adalah pengkoreksian data nilai hujan pada stasiun penakar hujan optimal.
Diharapkan dengan perhitungan ini, setiap wilayah diketahui apakah keberadaan
data hujan telah benar adanya. Semakin sedikit jumlah stasiun penakar hujan
maka data yang dihasilkan juga tidak akan optimum, namun apabila pada suatu
wilayah jumlah stasiun penakar telah sesuai maka akan menjadi wilayah dengan
stasiun penakar yang optimum dan bahkan maksimal. Setelah dilakukan perhitungan
di dapatkan bahwa di daerah pada peta bahan praktikum masih perlu pengkoreksian
data nilai hujan pada stasiun penakar hujan Jejeruk.
Semakin
luas wilayah cakupan maka kemungkinan data yang di dapatkan akan cenderung
tidak teliti, sementara apabila luas cakupan sempit maka data curah hujan yang
dihasilkan akan lebih detail. Semakin banyak stasiun yang dijadikan
pertimbangan juga akan menghasilkan nilai pengkoreksian yang optimal.
VII.KESIMPULAN
1.Setiap
metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing masing.
2.Setiap
metode dapat dibandingkan satu sama lain untuk menjadi bahan pertimbangan dan
koreksi.
3.Luas
wilayah dan jarak antar stasiun banyak jumlah stasiun penakar membuat adanya
perbedaan nilai koreksi.
VIII.DAFTAR
RUJUKAN
BR, Sri
Harto. (1993). Analisis Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Bambang
Triatmodjo, 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
1.Metode Normal

2.Metode Resiprok

3.Uji
Konsistensi

Kurva
Koreksi

No comments:
Post a Comment